Minggu, 25 Juli 2010

Sebuah Dialog Selepas Malam : Jama`ah dakwah ini adalah jama`ah manusia.



By : Faceb
ook Fathur

Sebuah Dialog Selepas Malam
Jama`ah da'wah ini adalah jama`ah manusia.
Di dalamnya berkumpul semua potensi manusiawi.
Di dalamnya berkumpul semua kebaikannya.
Sekaligus juga keburukannya.


“akhi, dulu ana merasa semangat saat aktif dalam da'wah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar. Ukhuwah semakin kering. Bahkan ana melihat ternyata ikhwah banyak pula yang aneh-aneh. “Begitu keluh kesah seorang mad`u kepada murobbinya di suatu malam. Sang murobbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalam diri mad`unya. “Lalu, apa yang ingin antum lakukan setelah merasakan semua itu??” sahut sang murobbi setelah sesaat termenung. “Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa dengan perilaku ikhwah yang justru tidak islami. Juga dengan organisasi da'wah yang ana geliti, kaku dan sering mematikan potensi anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana mendingan sendiri saja…” jawab mad`u itu. Sang murobbi termenung kembali. Tidak tampak raut terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah diketahuinya sejak awal.

“Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengarungi lautan luas. Kapal itu ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang akan antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan?”, Tanya sang murobbi dengan kiasan bermakna dalam. Sang mad`u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya mendapat umpan balik sedemikian tajam melaui kiasan yang amat tepat. “Apakah antum memilih untuk terjun kelaut dan berenang sampai tujuan ?”, sang muarobbi mencoba memberi opsi.

“Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenag hingga tujuan ? Bagaimana bila ikan hiu datang? Dari mana antum mendapat makan dan minum? Bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin?’ serentetan pertanyaan dihamparkan dihadapan sang mad`u.

Tak ayal, sang mad`u menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kecewanya kadang memuncak, namun sang murobbi yang dihormatinya justru tidak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya. “Akhi.. apakah antum masih merasa bahwa jalan dakwah adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah?” pertanyaan menohok ini menghujam jiwa sang mad`u. Ia hanya mengangguk. “ Bagaimana bila ternyata mobil yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu ternyata mogok? Antum akan berjalan kaki meninggalkan mobi itu, tergeletak di jalan, atau mencoba memperbaikinya?” Tanya sang murobbi lagi. Sang mad`u tetap terdiam dalam sesegukan tangis perlahannya. Tiba-tiba ia mengangkat tangannya; “Cukup akhi, cukup. Ana sadar. Maafkan ana…Ana akan tetap istiqomah. Ana berdakwah bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diperhatuikan…”

“Biarlah yang lain dengan urusan pribadi masing-masing. Biarlah ana tetap berjalan dalam dakwah. Dan hanya Allah saja yang akan membahagiakan ana kelak dengan janji-janjiNya. Biarlah segala kepedihan yang ana rasakan menjadi pelebur dosa-dosa ana”, sang mad`u berazzam dihadapan murobbi yang semakin dihormatinya.

Sang murobbi tersenyum. “Akhi..jama`ah ini adalah jama`ah manusia. Mereka adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan. Tapi dibalik kelemahan itu, masih banyak kebaikan yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribdi yang menyambut seruan Allah untuk berdakwah. Dengan begitu, mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik pilihan Allah.” Bila ada satu atau dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itu mendominasi perasaan antum. Sebagaimana Allah Ta`ala menghapus dosa manusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka dimata antum dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap dakwah selama ini. Karena di mata Allah, belum tentu antum lebih baik dari mereka.”

“Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap ketidak-sepakatan selalu disikapi dengan jalan itu; maka kapankah dakwah ini dapat berjalan dengan baik?” Sambungnya panjang lebar. “Kita bukan sekedar pengamat yang hanya bisa berkomentar. Atau hanya pandai menuding-nuding sebuah kesalahan. Kalau hanya itu, orang kafirpun bias melakukannya. Tapi kita adalah da`i. Kita adalah khalifah. Kitalah yang diserahi amanat oleh Allah untuk membenahi masalah-masalah di muka bumi. Bukan hanya mengeksposnya, yang biasa jadi justru semakin memperuncing masalah.”Jangan sampai kita seperti menyiram bensin ke sebuah bara api. Bara yang tadinya kecil tak bernilai, bisa menjelma menjadi api yang membakar apa saja. Termasuk kita sendiri!”

Sang mad`u termenung merenungi setiap kalimat murobbinya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal tetap bergelayut di hatinya. “Tapi bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi dakwah dengan kapasitas ana yang lemah ini?’ sebuah pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.

“Siapa bilang antum lemah? Apakah Allah mewahyukan begitu kepada antum? Semua manusia mempunyai kapasitas yang berbeda. Namun tidak ada yang bisa menilai bahwa yang satu lebih baik dari yang lain”, sahut sang murobbi. “Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah tausiah dalam kebenaran, kesabaran dan kasih saying kepada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang beriman. Bila ada sebuah isyu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghil antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaannya.”

Suasana dialog itu mulai mencair. Semakin lama, pembicaraan melebar dengan akrabnya. Tak teras kokok ayan jantan memecah suasana. Sang mad`u bergegas mengambil wudhu untuk qiyamullail malam itu. Sang murobbi sibuk membangunkan beberapa mad`unya yang lain dari asyik tidurnya. Malam itu, sang mad`u menyadari kesalahannya. Ia bertekad untuk tetap berputar bersama jama`ah dalam mengarungi jalan dakwah. Pencerahan diperolehnya. Demikian juga yang kami harapkan dari anda, pembaca…Wallahu a`lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Republika Online

Al-Ikhwan.net